Selasa, 09 Desember 2014

Pengembangan Kreativitas Perserta Didik




STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
“ Pengembangan Kreativitas Perserta Didik “

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd.

Tugas Individu

Oleh:
MAGDALENA YULI P.
120210302096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
 2014

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Allah YME sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Pengembangan Kreativitas Peserta Didik yang merupakan salah satu dari komponen nilai tugas individu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.  Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.      Dr. Suranto, M.Pd, selaku Dosen pengampu mata kuliah Profesi Kependidikan yang telah membimbing;
2.      Teman-teman yang telah memberi dorongan dan semangat;
3.      Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.  Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.





Jember, Oktober 2014



Penulis




DAFTAR ISI

 

        2.2.1       Aktivitas Peserta Didik ………………………………………………..… 12
      2.2.2       Penugasan Terhadap Siswa …………………………………………….… 13
    3.1      Simpulan ……………………………………………………………………… 19
   3.2      Saran ……………………………………………………………………….…. 19




BAB 1.     PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kreatifitas kaitannya erat dengan imajinasi, karena kreatifitas mengembangkan daya fikir, daya fantasi yang sifatnya intelektual. pengertian kreatifitas menurut KBBI berarti hasil dari kemampuan mencipta. Dengan daya imajinasi seseorang dapat menciptakan buah fikir yang ada kaitannya dengan kebutuhan hidup manusia. Untuk mengembangkan pribadi dan intelektual manusia perlu memiliki pengetahuan dan kreatifitas.
Kreatifitas itu sikap dan pola pikir yang dapat menciptakan sesuatu yang baru, baik baru menurut dirinya maupun baru menurut orang lain. Kreativitas itu berhubungan penciptaan sesuatu yang baru dan orisinal. Kreatifitas berhubungan dengan pola pikir yang dapat menghubungan suatu masalah atau fenomena dengan unsur-unsur yang lain sehingga menjadi sesuatu yang baru. Bahkan kreativitas dapat diartikan sebagai pola pikir yang dapat menciptakan sesuatu yang baru. Guru yang kreatif memiliki kemampuan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para peserta didiknya secara kreatif, sehingga peserta didik menggemari ilmu pengetahuan yang diajarkan kepadanya dan membuat peserta didik dapat berpikir secara kreatif pula. Berpikir kreatif akan menghasilkan produk kreatif sehingga pada gilirannya akan menumbuhkan ekonomi kreatif.
Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal itu, sikap dan perilaku kreatif perlu dipupuk sejak dini, agar peserta didik tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi mampu menghasilkan pengetahuan baru; tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi mampu menciptakan pekerjaan baru (wiraswasta).

1.2  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Konsep dasar kreativitas pada peserta didik?
2.      Apa saja jenis - jenis kreativitas pada peserta didik?
3.      Bagaimana pengembangan kreativitas dalam pembelajaran sejarah?

1.3  Manfaat

1.      Dapat  mengetahui konsep dasar Kreativitas pada peserta didik.
2.      Dapat mengetahui jenis - jenis kreativitas pada peserta didik.
3.      Dapat mengetahui pengembangan kreativitas dalam pembelajaran sejarah


BAB 2.     PEMBAHASAN

2.1  Konsep Dasar Kreativitas Pada Peserta Didik

Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta suatu produk baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan – gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi ciri – ciri kognitif, seperti kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan pemaknaan kembali dalam pemikiran, maupun ciri – ciri nonkognitif seperti motivasi, sikap, rasa ingin tahu, senang mangajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru. Ciri – ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan.
2.      Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam – macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.
3.       Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara – cara yang asli, tidak klise.
4.      Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci.
5.      Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang.

2.1.1     Pengembangan Kreativitas

Setiap orang diasumsikan memiliki kemampuan kreatif meskipun dengan tingkat yang seragam. Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor – faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan).
a.       Faktor – faktor yang bersumber dari dalam diri sendiri, seperti :
ž  Kondisi kesehatan fisik (sering sakit – sakitan, memiliki penyakit kronis, atau mengalami gangguan otak dapat menghambat perkembangan kreativitas).
ž  Tingkat kecerdasan (IQ), IQ yang rendah (di bawah normal) dapat menjadi faktor penghambat perkembangan kreativitas.
ž  Kondisi kesehatan mental, apabila seseorang sering mengalami stress, memiliki penyakit amnesia atau neurosis, maka dia cenderung akan mengalami hambatan dalam pengembangan kreativitasnya.
b.      Faktor – faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas antara lain :
ž   Orang tua atau guru dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu.
ž   Orang tua atau guru bersikap empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan dan perilaku anak.
ž   Orang tua atau guru memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan pendapatnya.
ž   Orang tua atau guru (sekolah) memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif, seperti per;ombaan penulisan karya ilmiah, pidato, deklamasi dan drama.
ž   Orang tua atau guru (sekolah) menyediakan sarana – prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya – karya yang produktif – inovatif.

2.1.2        Karakteristik

SCU Munandar (1984) melakukan penelitian terhadap ahli psikologi tentang pendapat mereka mengenai ciri – ciri kepribadian kreatif, yang hasilnya adalah sebagai berikut :
1.      Mempunyai daya imajinasi yang kuat.
2.      Mempunyai inisiatif.
3.      Mempunyai minat yang luas.
4.      Bebas dalam berpikir (tidak kaku dan terhambat).
5.      Bersifat ingin tahu.
6.      Selalu ingin mendapat pengalaman – pengalaman baru.
7.      Percaya pada diri sendiri.
8.      Penuh semangat (energetic).
9.      Berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan).
10.  Berani menyatakan pendapat dan keyakinan (tidak ragu – ragu dalam menyatakan pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinannya).

2.1.3        Dimensi Kreativitas

Istilah kreativitas didefinisikan oleh para ahli secara berbeda-beda. Vicencio (1992) dan Urban (1996) mengelompokkan definisi kreativitas ke dalam dimensi pribadi, proses, pendorong, dan produk. Keempat dimensi kreativitas tersebut disebut sebagai “the Four p’s of Creativity” (Rhodes, 1994, dalam Utami Munandar, 1988) atau “konsep 4P” menurut Utami Munandar (1988). Manfaat mengkaji konsep 4P ini di samping memperoleh pengertian yang lebih luas tentang kreativitas, dapat juga dipakai sebagai strategi untuk mengembangkan kreativitas peserta didik.
a.       Dimensi Pribadi
Setiap orang memiliki kemampuan kreatif, karena kreativitas merupakan atribut dari semua orang. Kreativitas yang dimiliki manusia lahir bersama dengan lahirnya manusia itu dan dapat muncul serta terwujud dalam semua bidang kegiatan manusia (Utami Munandar, 1988). Oleh karena itu, kreativitas tidak terbatas pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa, dan kebudayaan tertentu (Semiawan, 1984). Namun demikian, orang yang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara sangat signifikan berbeda dengan orang yang kurang kreatif (Clark, 1983). Clark (1983) berpendapat bahwa kreativitas sebagai fungsi integratif dari pikiran (thinking), perasaan (feeling), penginderaan (sensing), dan firasat (intuiting). Selanjutnya, Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa dari segi pribadi, kreativitas merupakan ungkapan unik dari keseluruhan kepribadian sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, dan yang tercermin dalam pikiran, perasaan, sikap, atau perilakunya.
Kreativitas seseorang dapat dicerminkan melalui lima macam perilaku: 1) Fluency, yaitu kelancaran atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan; 2) Flexibility, yaitu kemampuan menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan; 3) Originality, yaitu kemampuan mencetuskan gagasan-gagasan asli; (4) Elaboration, yaitu kemampuan menyatakan gagasan secara terperinci; dan 5) Sensitivity, yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan gagasan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi (Clark, 1983). Dengan demikian, ditinjau dari segi pribadi, kreativitas menunjuk pada potensi atau daya kreatif yang ada pada setiap pribadi. Kreativitas merupakan hasil dari keunikan pribadi seseorang dalam interaksinya dengan lingkungan.
Jadi dapat disimpulkan Hal pertama yang harus orang tua ketahui dalam upaya mengembangkan kreatifitas anak adalah dengan memahami pribadi mereka, diantaranya dengan:
·         Memahami bahwa setiap anak memiliki pribadi berbeda, baik dari bakat, minat, maupun keinginan.
·         Menghargai keunikan kreativitas yang dimiliki anak, dan bukan mengharapkan hal-hal yang sama antara satu anak dengan anak lainnya, karena setiap anak adalah pribadi yang “unik”, dan kreatifitas juga merupakan sesuatu yang unik.
·         Jangan membanding-bandingkan anak karena tiap anak memiliki minat, bakat, kelebihan serta ketebatasannya masing-masing. Pahamilah kekurangan anak dan kembangkanlah bakat dan kelebihan yang dimilikinya.
b.      Dimensi Proses
Kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara factor-faktor psikologis (internal) dan lingkungan (eksternal) (Amabile, 1983). Karya kreatif tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan motivasi yang kuat. Kreativitas sebagai suatu “proses”, suatu pemikiran di mana individu berusaha untuk menemukan hubungan-hubungan yang baru, untuk mendapatkan jawaban, metode, atau cara-cara baru dalam menghadapi suatu masalah. Kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah ada dalam pikiran. Pentingnya melihat kreativitas dari segi proses ditekankan oleh banyak ahli. Hurlock (1972) mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu obyek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Rogers (1970) merumuskan proses kreatif sebagai munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, serta keadaan hidupnya di lain pihak. Dua definisi tersebut di samping menekankan aspek interaksi (“proses”) antara individu dan lingkungannya atau kebudayaannya, juga aspek “baru” dari produk kreatif yang dihasilkan.
Sementara itu, Utami Munandar (1998) merumuskan kreativitas sebagai suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan, dan orijinalitas dalam berpikir. Selanjutnya, Alfian (1983) menyatakan bahwa kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek kehidupannya. Proses kreativitas melalui empat tahap, yaitu: tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verivikasi (Wallas, 1970). Tahap persiapan ialah tahap pengumpulan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Tahap inkubasi ialah tahap pengendapan dalam alam bawah sadar, pencarian inspirasi. Tahap iluminasi ialah tahap penemuan yang bersifat insight, gagasan pemecahan, dan modifikasi untuk melihat kecocokannya. Tahap verivikasi adalah tahap pengetesan pemecahan dan modifikasi untuk melihat kesesuaiannya. Dalam pengembangan kreativitas dimana anak akan merasa mampu dan senang bersibuk diri secara kreatif dengan aktifitas yang dilakukannya, baik melukis, menyusun balok, merangkai bunga dan sebagainya, beberapa hal yang dapat dilakukan:
Ø  Hargailah kreasinya tanpa perlu berlebihan, karena secara intuisif anak akan tahu mana pujian yang tulus dan yang mana yang hanya akan basa-basi.
Ø  Hindari memberi komentar negatif saat anak berkreasi, apalagi disertai dengan perintah ini itu terhadap karya yang sedang dibuatnya, karena hal ini justru dapat menyurutkan semangatnya berkreasi.
Ø  Peliharalah harga diri anak dengan mengungkapkan terlebih dahulu komentar anda secara positif, misalnya “bunda senang adek bisa membuat menara seperti itu, lain kali adek buat yang lebih tinggi dan tidak mudah ambruk ya.” Dengan demikian anak akan merasa dirinya mampu dan dihargai lingkungannya
Dengan demikian, ditinjau dari segi proses, kreativitas menunjuk pada perlunya seseorang berusaha untuk melihat lebih jauh dan lebih mendalam, tidak sekedar menginginkan hasil (produk) secepatnya.
c.       Dimensi Pendorong
Kreativitas dapat berkembang karena adanya dorongan internal dari dalam diri individu (Rogers, 1970) dan dorongan eksternal berupa faktor sosiokultural (Arieti, 1976). Perlunya dorongan eksternal, seperti ditekankan oleh Sumardjan (1983), bahwa timbul dan tumbuhnya kreativitas dan selanjutnya berkembangnya sesuatu kreasi yang diciptakan oleh seorang individu tidak dapat luput dari pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu itu hidup dan bekerja.
Sementara itu, Arieti (1976) mengemukakan adanya sembilan faktor sosiokultural yang menunjang kreativitas, yaitu: 1) tersedianya sarana kebudayaan, 2) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, 3) penekanan pada “becoming” (menjadi tumbuh), tidak hanya pada “being” (sekedar berada), 4) pemberian kesempatan kepada semua warga negara tanpa diskriminasi, 5) adanya kebebasan setelah pengalaman tekanan dan tindasan yang keras, 6) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda, bahkan yang kontraspun, 7) toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen, 8) ada interaksi antarpribadi yang berarti, 9) adanya insentif, penghargaan, atau hadiah.
Masyarakat dapat menyediakan berbagai kemudahan, sarana dan prasarana untuk menumbuhkembangkan daya cipta anggotanya. Namun, dorongan eksternal saja tidak cukup, karena pada akhirnya semua kembali pada bagaimana individu itu sendiri: sejauh mana ia merasakan kebutuhan dan dorongan untuk bersibuk diri secara kreatif, suatu pengikatan untuk melibatkan diri dalam suatu kegiatan kreatif, yang pada hakikatnya hal ini merupakan dorongan internal (Utami Munandar, 1988). Lebih jauh Rogers (1970) menyatakan bahwa kreativitastumbuh karena adanya dorongan dari dalam diri individu (internal press) berupa: 1) keterbukaan terhadap pengalaman, 2) kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi, dan 3) kemampuan untuk bereksperiman, untuk bermain dengan konsep-konsep.
Dengan demikian, kreativitas agar dapat berkembang memerlukan pula “pendorong”, yaitu kondisi yang mendorong seseorang ke perilaku kreatif. Pendorong ini harus datang dari diri sendiri (internal) berupa hasrat dan motivasi yang kuat untuk mencipta, dan pendorong dari luar (eksternal) baik dari lingkungan dekat seperti teman sejawat maupun dari lingkungan makro seperti masyarakat dan kebudayaan di mana ia tinggal.
d.      Dimensi Produk
Kreativitas sebagai suatu “produk”, yaitu kreativitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru (orisinil), baik berupa benda maupun gagasan (Saphiro, 1970). Dari segi produk, kreativitas mengacu pada hasil perbuatan, kinerja, atau karya individu dalam bentuk barang atau gagasan. Ditegaskannya bahwa produk kreatif sebagai “kriteria puncak” (the ultimate criteria) karena produk merupakan hal yang paling eksplisit dalam menentukan kreativitas seseorang.
Sementara itu, Amabile (1983) mempersyaratkan adanya dua kriteria kreativitas, yaitu: 1) ke”baru”an (novelty) dan 2) ke”sesuai”an (appropriateness). Kebaruan mengandung unsur adanya perbedaan dari segala sesuatu yang telah ada, sedangkan kesesuaian mengacu pada kebermaknaan bagi kehidupan. Jadi kreativitas menekankan pada penciptaan sesuatu yang baru dan bermakna bagi kehidupan. Rogers (1970) mengemukakan bahwa kriteria produk kreatif: 1) produk itu harus nyata atau dapat diamati, 2) produk itu harus baru, dan 3) produk tersebut merupakan hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sejalan dengan hal-hal di atas, Campbell (1992) menyatakan bahwa ditinjau dari segi produk, kreativitas merupakan kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 1) baru (novel), 2) berguna (useful), dan 3) dapat dimengerti (understandable). Baru, dimaksudkan inovatif dan belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, dan mengejutkan. Berguna, maksudnya adalah lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih baik/banyak. Selanjutnya, dapat dimengerti dimaksudkan hasil yang sama dapat dibuat di lain waktu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja (secara tidak terduga), tidak dapat dimengerti, tidak dapat diramalkan, tidak dapat diulangi. Meskipun mungkin baru dan sangat berguna tetapi lebih merupakan hasil keberuntungan (luck), berarti bukan kreativitas.
Dengan demikian, setelah dikaji dari segi pribadi, proses, pendorong, dan produk dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan kemampuan mengelaborasi (elaboration), serta merumuskan kembali (redefinition) suatu gagasan (Widyastono, 1998).
Karakteristik

2.2  Jenis-jenis Kreativitas Pada Peserta Didik

2.2.1        Aktivitas Peserta Didik

Aktivitas peserta didik adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh peserta didik di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi peserta didik untuk belajar.Jenis aktivitas tersebut bervariasi, bahkan bisa saja muncul aktivitas peserta didik yang tidak mendukung kegiatan proses pembelajaran. Untuk itu guru harus selalu mengontrol dan membangkitkan motivasi peserta didik sehingga aktivitas peserta didik dapat terfokus ke dalam aktivitas belajar. Hudojo (1988:6) mengemukakan bahwa kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik. Oleh Trianto (2009:368-369) meungkapkan bahwa peserta didik dikatakan memiliki keaktifan belajar apabila ditemukan  indikator sebagai berikut:
a)      Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
b)       Berdiskusi / tanya jawab antara peserta didik/guru
c)      Membaca / mengerjakan LKS/materi ajar
d)     Mengerjakan tugas-tugas yang kontekstual dan relevan
e)      Bekerja sama dengan peserta didik
f)       Berlatih melakukan keterampilan proses
g)      Menyajikan hasil pengamatan/percobaan
h)      Menyimpulkan hasil pengamatan/percobaan
i)        Mencatat apa yang telah dipelajari, bagaimana kita merasakan ide-ide baru.
Sedang Dierch (dalam Hamalik, 2001:172) membagi aktivitas kegiatan belajar dalam 8 (delapan) kelompok yang intisarinya adalah: (1) kegiatan visual seperti melihat, mengamati, dan membaca; (2) kegiatan lisan seperti mengemukakan pendapat, pertanyaan, dan ide; (3) kegiatan mendengarkan seperti mendengarkan ceramah dan diskusi; (4) kegiatan menulis seperti menulis laporan, mengerjakan LKS atau tes; (5) kegiatan menggambar seperti membuat grafik, diagram, dan peta; (6) kegiatan metrik seperti melakukan eksperimen, demonstrasi, dan membuat model; (7) kegiatan mental seperti mengingat, memahami, menganalisis, dan penyelesaian masalah; dan (8) kegiatan emosional seperti berminat, tenang, dan berani mengungkapkan ide.

2.2.2        Tipe Penugasan Terhadap Siswa

Penugasan yang dimaksud disini adalah penugasan yang asal menghabiskan waktu jam pelajaran atau memberikan pekerjaan yang  ‘asal’ banyak dan ‘asal’ susah untuk dikerjakan. Jadi mari sama-sama kita membuat perencanaan pengajaran yang benar-benar berdampak bagi masa depan siswa.
  1. penugasan yang bersifat kolaboratif. Siswa dibiarkan untuk berbicara dan berdiskusi di kelas. Penugasan yang bersifat kolaboratif akan mengasah keterampilan social siswa dalam berkomunikasi dan membangun kemampuan dalam memecahkan masalah.
  2. Biarkan siswa duduk dalam kelompok-kelompok. Hal ini lebih baik dibanding meminta mereka duduk dengan tubuh yang menghadap anda terus menerus.
  3. Penugasan yang menggunakan teknologi informasi. Cobalah sekali-kali anda sebagai guru melihat cara siswa kita saat ini menulis pesan lewat sms, anda akan kaget membaca bahasa Indonesia yang dirubah dan ditulis sedemikian rupa. Menugaskan siswa kita mengetikkan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan meminta mereka mengirim lewat sms ke nomor anda akan membuat siswa menjadi punya ‘versi’ lain dalam mengembangkan kemampuan komunikasi dengan orang lain.
  4. Penugasan yang bersifat kreatif dan mengasah daya cipta. Terbukti dimasa ekonomi sulit, ada bidang yang tidak akan terimbas krisis, bidang tersebut adalah bidang kreatif. Tugaskan siswa anda untuk menciptakan sebuah lagu untuk menyederhanakan pengertian yang sulit dalam kaitannya dengan pelajaran anda, atau poster untuk menggiring opini orang lain dalam pokok bahasan yang anda lakukan dikelas.
  5. Memberikan mereka pilihan. Terbukti dengan kita memberikan pilihan bagi siswa untuk melakukan penugasan yang dipilih oleh mereka sendiri akan membuat siswa merasa bertanggung jawab dalam mengerjakannya. Karena biasanya pilihan mereka Tugas anda hanyalah menjadi konsultan dan mitra saat mereka mengerjakan tugas pilihan mereka sendiri.

2.3  Pengembangan Kreativitas Dalam Pembelajaran Sejarah

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya. Tujuan pendidikan untuk menghasilkan manusia yang cerdas dapat dikembangkan dengan baik apabila semua aspek kecerdasan yang dikemukakan Gardner (2000) dan ditambah dengan kecerdasan emosional berahasil dikembangkan dengan baik pada  diri setiap peserta didik. Suatu kebiasaan adalah kemampuan yang harus dikembangkan melalui pendidikan, dalam suatu proses panjang terus menerus berkesinambungan sebagai halnya dengan mengaembangkan keteramplan, sikap, dan nilai. Dengan demikian kebiasaan berfikir kritis harus dimilki peserta didik yang belajar sejarah harus berlatih sejak awal sampai ia mengikuti pelajaran sejarah di SD sampai keperguruan tinggi.
Berfikir Kritis adalah suatu konsep . setiap memiliki atribut dan konsep dibedakan dari konsep lainnya berdasarkan atribut yang dimilikinya dan struktur atribut tersebut. Menurut Harris(2001) kemmapuan berfikir kritis memiliki empat atribut diantara:
b.      Analisis adalah kempuan untuk memecahkan bagian-bagian daari suatu informasi, melakukan pengelompokan bagian-bagian informasi, menentukan keterkaitan antara satu informasi dengan informasi yang lain baik hubungan sebab-akibat ataupun dalam hubungan lainnya, dan menarik kesimpulan mengenai suatu informasi.
c.       Attention adalah sesuatu yang sering kali diabaikan dalam pendidikaan sejarah. Perhatian tersebut harus dikembangkan terhadap materi pelajaran, fenomena yang ada disekitar peserta didik dan fenomena yang ada di Indonesia dan dunia. Pengembangan perhatian dalam pelajaran sejarah, dimualia dari peristiwa yang paling menarik sampai pada peristiwa yang kuarang menarik perhatian peserta didik.
d.      Awareness atau kesadaran adalah kesadaran dengan kemampuan untuk melihat pada yang terjadi di sekitar seseorang. Atribut yang ketiga ini menjelaskan pendidikan sejarah harus mengubah orientasi kurikulum dari sesuatu yang terpisah dari kehidupan perserta didik menjadi sesuatu yang berkaitan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Melalui cara ini maka peserta didik akan tertanam untuk melihat apa yang terjadi disekitarnya, mempderhatikannya dan mengembangkan apaa yang dilihat tersebut menjadi suatu kajian kritis.
e.       Pemberian pertimbangan atau independent judgement  adalah pertimbangan atau evaluasi berdasarkaan bukti-bukti yang ada dan valid. Ini ditempatkan dalam kemampuaan kognitif yang tinggi. Pertimbangan  bukti-bukti yang ada dan valid bagi pendidikan sejarah pada dasrnya adalah proses pemaknaan atau penilaian  berdasrkan bukti yang valid. Pendidikan sejarah yang berhasil dalam pengmabngan kemampuan ini memberikan alat kehidupan kritis bagi peserta didik.
Model pembelajaran diartikan sebagai suatu pedoman ataupun kerangka acuan berfirkir , maka strategi di maknai sebagai pola kegiatan pembelajaran yang berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu yang di arahkan untuk mencapai suatu hasil belajar peserta didik yang diinginkan. Model pembelajaran menurut Dahlan ( 1990) memiliki empat ciri khusus yakni :
1.    Rasional teoritik logis yang utuh dan menyeluruh yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2.   Landasan pemikiran tentang sintax ( pola urutan ) .
3.   Perilaku ( kinerja ) mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil .
4.   Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat di capai dengan sukses.
Dengan demikian merupakan hal yang penting bagi para pengajar untuk mempelajari dan menambah wawasan tentang model pembelajaran yang telah diketahui . Karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran maka para guru sejarah akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelasnya.
Ø Teori konstruktivisme ( Suparno , 1997) pada intinya memandang bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks , mengecek informasi baru dengan aturan – aturan lama , dan merevisinya manakala aturan – aturan itu tidak lagi sesuai . Satu prinsip yang harus Anda pahami adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa , namun memberikan ruangan yang seluas – luasnya kepada para peserta didik membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya . Guru dapat memberi tangga kepada siswa untuk mencapai pemahaman dan kemampuan yang lebih tinggi. Teori tersebut sebenarnya merupakan pengembangan dari kerja Piaget, Vigotsky, Bruner dan lain – lain.
Ø Teori perkembangan Kognitif dari Piaget (Monk dkk,1994) pada esensinya mengatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman pengalaman dan interaksi - interaksi mereka . Diapun mengatakan bahwa pengalaman – pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan memiliki peranan penting di dalam perkembangan kognitif seseorang ,Sementara pergaulan dengan teman sebaya akan membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran menjadi lebih logis . Temuan lain adalah bahwa perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Implikasi dalam proses pembelajaran adalah para guru pada saat memperkenalkan informassi sebaiknya melibatkan peserta didik menggunakan konsep – konsep yang telah mereka miliki , dan memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide- ide dengan menggunakan pola berpikir mereka .
Ø Teori Dewey (Gredler,1994) pada intinya mengemukakan bahwa belajar itu sesungguhnya merupakan konstelasi dari berbagai pengalaman yang dimiliki oleh seseorang . Oleh karenanya memberi seluas- luasnya kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman merupakan esensi dari belajar . Bekerja adalah bentuk belajar yang sekaligus memperkaya pengalaman mereka . Pemikiran Dewey dikenal dengan ungkapan ”learning by doing ” , dan untuk itu dia menganjurkan agar isi pelajaran hendaknya di mulai dari pengalaman peserta didik , dan berakhir pada pola struktur mata pelajaran . Dengan demikian ”bekerja ” memiliki makna yang penting dalam memberikan pengalaman , dan pengalaman memimpin peserta didik berfikir sehingga dapat bertindak bijaksana dan benar . Para guru di anjurkan untuk merancang pembelajaran yang di dalamnya melibatkan pengalaman peserta didik melalui aktivitas ”bekerja” untuk memperoleh pengalaman yang baru .
Ø Bruner dalam Dahlan ( 1990) menemukan bahwa belajar penemuan ( discovery learning ) dapat diartikan atau disepadankan dengan proses pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia , dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik . Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya , menghasilkan pengetahuan yang benar – benar bermakna. Bruner menyarankan kepada para guru untuk memberi kesempatan yang seluas – luasnya kepada peserta didiknya untuk berpartisipasi secara aktif dengan konsep – konsep dan prinsip – prinsip , serta memperoleh pengalaman , dan melakukan eksperimen – eksperimen , dan yang pada akhirnya mereka mampu menemukan prinsip – prinsip itu sendiri .
Berdasarkan pengkajian terhadap teori – teori tersebut dapat di amati benang merahnya , yakni bahwa teori belajar manapun memberi porsi perhatian yang besar akan pentingnya memberi kesempatan tumbuhnya kemandirian peserta didik dan akhirnya mereka mampu meraih pengetahuan , pemahaman dan ketrampilan yang layak yang mereka perlukan dalam menjalani kehidupannya  serta membantu dalam pengembangan
Pemilihlan model pembelajaran disamping mempertimbangkan hal – hal yang bersifat metodik , juga harus memperhatikan karakter dari ilmu maupun kajian yang menjadi sumber materi pembelajaran . Sumber materi pembelajaran sejarah adalah sejarah baik pada kedudukannya sebagai ilmu , peristiwa maupun kisah . Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik sejarah adalah pembelajaran yang mengandung kemampuan sebagai berikut :
a.    Mengajak peserta didik berfikir kesejarahan dengan cara berfikir imajinatif yakni membayangkan sesuatu peristiwa yang pernah ada dan benar – benar terjadi .
b.   Melatih intelektual peserta didik sehingga mampu menarik generalisasi – generalisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar inkuiri dan belajar kooperatif .
c.    Membimbing peserta memahami konsep – konsep secara induktif maupun deduktif .
d.   Menunjukan realita – realita yang hidup di masyarakat dengan menanamkan kesadaran kesejarahan dan perspektif.
e.    Membimbing peserta didik menemukan dan merasakan fungsi dan manfaat belajar sejarah di dalam praktik kehidupan sosial sehari – hari baik secara individu maupun kelompok

BAB 3.     PENUTUP

3.1  Simpulan

Ditinjau dari dimensi pribadi, kreativitas dimiliki oleh setiap pribadi (orang) yang lahir di dunia. Ditinjau dari dimensi proses, kreativitas dapat tumbuh dan berkembang merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor psikologis (internal) dan lingkungan (eksternal). Ditinjau dari dimensi pendorong, kreativitas dapat berkembang optimal perlu pendorong, yaitu kondisi yang mendorong seseorang ke perilaku kreatif. Pendorong harus datang dari diri sendiri (internal) berupa hasrat dan motivasi yang kuat untuk mencipta, dan mendapat dukungan atau pendorong dari luar (eksternal) baik dari lingkungan dekat seperti teman sejawat maupun dari lingkungan makro seperti masyarakat dan kebudayaan di mana ia tinggal. Ditinjau dari dimensi produk, kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang: 1) baru (novel), 2) berguna (useful), dan 3) dapat dimengerti (understandable), baik berupa benda maupun gagasan.
Pemilihlan model pembelajaran disamping mempertimbangkan hal – hal yang bersifat metodik , juga harus memperhatikan karakter dari ilmu maupun kajian yang menjadi sumber materi pembelajaran . Sumber materi pembelajaran sejarah adalah sejarah baik pada kedudukannya sebagai ilmu , peristiwa maupun kisah . Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik sejarah adalah pembelajaran yang mengandung kemampuan. Dengan demikian siswa diarahkan pada perhatian pada keadaan di sekitarnya sehingga kan mudah memahi, mengerti serta mengembangkan pola penalran yang dimilikinya.

3.2  Saran

Metode belajar efektif dan menyenangkan seperti school to nature dapat membantu siswa dalam mengembangkan kreatifitasnya, oleh sebab itu guru diharapkan setiap harinya mampu membuat ide-ide yang berbeda untuk melakukan pengajaran pada anak didiknya




Desmita. 2012. Psikologi Pekembangan Peserta Didik. Bandung. PT REMAJA ROSDAKARYA.
Ismaun, 2001 . Paradigma Pendidikan Sejarah yang Terarah dan Bermakna. Bandung: Historia Utama Press.
J. S. Suriasumantri. 1984.  Ilmu dalam Perspektif : sebuah kumpulan karangan tentang hakekat  Ilmu. Jakarta. PT Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar