SEJARAH INTELEKTUAL
“ NASIONALISME”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah
Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd..
Tugas Individu
Oleh:
MAGDALENA YULI P.
120210302096
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Abstrak
Nasionalisme
berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda), yang
berarti bangsa. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah
tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena adanya
persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan.
Nasionalisme
berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung
makna kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki kebanggaan sebagai
bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas terhadap
musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara;
persatuan dan kesatuan.
Nasionalisme
adalah sikap politik dan sosial dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan
kebudayaan, bahasa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan dengan
meletakkan kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsanya. Nasionalisme
dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama
untuk sekelompok manusia.
Nasionalisme
(dalam arti modern) untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke-18.
Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara
nasional atau negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan
dilatarbelakangi oleh fakor-faktor objektif seperti: persamaan keturuan, bahasa,
adat-istiadat, tradisi, dan agama. Akan tetapi kebangsaan yang dibentuk atas
dasar paham nasionalisme lebih menekankan kamauan untuk hidup bersama dalam
negara kebangsaan. Sejalan dengan ini maka, rakyat Amerika Serikat tidak
menyatakan bahwa mereka harus seketurunan untuk membentuk suatu negara, sebab
disadari bahwa penduduk Amerika Serikat terdiri atas berbagai suku bangsa,
asal-usul, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.
Dengan
demikian, kami mengambil judul makalah kami yaitu “ Nasionalisme milik Hans
Kohn.
A. KONSEP
DASAR NASIONALISME
Hans
Kohn mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu paham, yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi suatu individu harus di serahkan kepada negara kebangsaan.
Menurut Kohn, dahulu kesetiaan orang tidak di tunjukkan kepada negara
kebangsaan, melainkan ke pelbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi
politik, atau raja feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya, suku atau
klan, negara kota, atau raja feodal, kerajaan dinasti, gereja atau golongan
keagamaan.
Berabad
lamanya cita dan tujuan politik bukanlah negara- kebangsaan, melainkan setidak-
tidaknya dalam teori: imperium yang meliputi seluruh dunia, melingkupi berbagai
bangsa dan golongan- golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta
untuk menjamin perdamaian bersama.
Nations, menurut Kohn merupakan buah hasil tenaga hidup dalam sejarah
dan karena itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Nations (bangsa-
bangsa) merupaka golongan- golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan
secara eksak.
Kebanyakan
bangsa- bangsa itu memiliki faktor- faktor objektif tertentu yang membuat
mereka berbeda dari bangsa lainnya, misalnya persamaan turunan, bahasa, daerah,
kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi atau persamaan agama.
Akan tetapi tidak ada sesuatu yang hakiki untuk menentukan ada tidaknya atau untuk merumuskan bangsa itu . Namun nasionalisme tetap menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita- cita dan bentuk sah dari organisasi politik dan bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Akan tetapi tidak ada sesuatu yang hakiki untuk menentukan ada tidaknya atau untuk merumuskan bangsa itu . Namun nasionalisme tetap menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita- cita dan bentuk sah dari organisasi politik dan bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Hans Kohn, Nasionalisme
menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah
dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga
kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Menurut Hans Kohn nasionalisme
adalah kesetiaan tertinggi yang diberikan individu kepada negara dan bangsa.
Menurut Hans Kohn, Nasionalisme
secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan
lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran
nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang
membentuk nation dalam arti politik, yaitu negara nasional.
B. PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Nasionalisme dan negara-bangsa (nation state) sebagai wadah
organisasi sosial yang membungkus dua kekuatan besar di dunia. Keduanya mampu
mendominsai wacana politik dunia selama abad 20 secara bertahap tetapi pasti,
sekarang mulai berhadapan dengan sejumlah tantangan yang memenpatkan keduanya
dalam psisi yang cukup sulit (Al-Hakim, 2012:184).
Kajian atas nasionalisme dan bangsa, dan juga negara-bangsa,
hingga kini masih tetap menjadi perdebatan oleh para ahli. Bagi sejumlah
ahli bangsa dan kesadaran berbangsa diyakini merupakan representasi atau
perwakilan dari negara masa lalu yang terikat dalam upaya-upaya realisasi diri.
Bangsa dalam makna ini adalah suatu entitas primordial yang merupakan bawaan
yang melekat dalam nature dan sejarah manusia.Secara objektif suatu bangsa
dapat diidentifikasi lewat perbedaan-perbedaannya dengan bangsa lain dalam hal
secara panjang. Keterikatan dengan tanah air, dan perjuangan-perjuangan untuk
mendapatkahn otonomi politik.
Namun demikian, rumusan yang pasti mengenai nasionalisme dan
negara bangsa sangat sulit untuk digagaskan.Tetapi jika diperhatikan arena
persemainan awal, konsepsi tentang nasionalisme dan negara-bangsa diikuti
logika dibalik kehadiran nasionalisme dan negara bangsa yang tumbuh di
negara-negara bekas jajahan, masyarakat menemukan bahwa keduanya pada dasarnya
adalah fakta perjanjian antara warga yang berdaulat dengan negara.
(Ley,1997:33-38).
Nasioanalisme dan negara bangsa secara radikal telah
merombak struktur kesetiaan politik rakyat dari kesetiaan kepada dinasti
menjadi prinsip kedaulatan rakyat dan kesetiaan kepada tuan penjajah untuk
digantikan dengan gagasan tentang kewarganegaraan. Nasionalisme telah
mentransformasikan masyarakat dan individu dari posisi sebagai subjek pasif
dalam politik menjadi warga negara aktif yang mampu mengatur diri sendiri.
Dengan demikian, nasionalisme dan negara bangsa bukan saja memperhatikan
kesejajaran antara masa rakyat dengan penguasa, tapi sekaligus didalamnya
melekat impian-impian (harapan dan inspirasi) masyarakat yang harus
diwujudkannya (Al-Hakim, 2012:185).
Substansi nasionalisme dan negara bangsa mencakup antara
lain mengenai demokrasi, keadilan sosial, kesejahteraan dan hak asasi manusia.
Mustahil berbicara nasionalisme dan negara-bangsa tanpa mengaitkan sub-sub
tersebut. Jika gagasan nasionalisme dan negara bangsa tersebut dicermati, logikanya
sangat sedikit orang tidak sepakat akan keduanya. Didalam konsep nasionalisme
dan negara bangsa melekat semua nilai-nilai kemanusiaan tertinggi yang ingin
dicapai oleh setiap peradaban manusia. Tetapi seperti terungkap pada tingkat
praktis dalam masyarakat politik indonesia, nasionalisme bisa dengan mudah
melahirkan penolakan atau sinisme di kalangan masyarakat. Nasionalisme secara
politiuk agar “menjauhi” sesuatu atau “menerima” sesuatu yang bertentangan
dengan hati nurani dan aspirasinya. Dalam konteks menjauhi dan “menjauhi dan
“menerima” tersebut, nasionalisme Indonesia, sering mengalami hambatan di
hadapan masyarakat dan pemerintahannya sendiri. Menurut Ley (1997) hambatan
tersebut antara lain:
Pertama, berkaitan dengan pemahamannya yang mendalam sebagai
suatu ideologi bahkan dipahami sebatas sebagai salah satu dari aliran politik
yang pernah malang melintang di rimba raya politik Indonesia.
“dikerangkengnya” nasionalisme Indonesia dalam salah satu kekuatan politik di
masa lalu telah mewarnai dan merosotkan posisi nasionalisme sampai pada fase
terbatas sebagai aliran politik. Padahal, nasionalisme bukan semata-mata
berfungsi sebagai ideologi. Merupakan gejala yang mudah ditemui de sembarang
belahan dunia, dan sekalipun menduduki dasar moral dan emosi seperti halnya
dengan ideologi, nasaionalisme tidak memiliki prinsip-prinspi universalitas
seperti sosialisme atau kapitalisme misalnya yang memungkinkannya untuk di
klaim semata-semata sebagai ideologi. Dalam sejarah politik masa lalu
Indonesia, diketahui bahwa berbagai aliran politik, stermasuk nasionalisme yang
tumbuh pada waktu tersebut terlibat dalam “peran” dan “konflik” tanpa henti.
Ketika nasionalisme dimengerti sebatas sebagai salah satu dari aliran politik
Indonesia, maka akan dengan mudah diperlakukan sebagai lawann oleh aliran
politik lainnya.
Kedua, berkaitan dengan praksis nasionalisme yang mengikuti
logika nasionalisme internal. Jenis nasionalisme ini, memberikan penekanan pada
superioritas dan keabsahan negara atas warganya dan mengabaikan subtansi dari
nasionalisme sebagai suatu “ fakta perjanjian” antara warga negara dengan
negara. Padahal, sebagai fakte perjanjian, nasionalisme harus menekankan bukan
saja bahwa warga negara bangsa memiliki hak untuk merdeka lewat negara tetapi
yang bersangkutan juga memiliki hak yang sebanding untuk mengekspresikan diri
mendapat kemerdekaan dan kemungkinan untuk berkembang. Bung Karno, telah sejak
dini menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya sebatas sebagai “jembatan
emas” karena itu, didalam negara Indonesia yan merdeka, terletak kewajiban bagi
negara dan masyarakat semua untuk memerdekakan setiap individu. Dengan
demikian, bukan semata-mata kemerdekaan bangsa yang menjadi pusat perhatian
nasionalisme, akan tetapi sekaligus kemerdekaan individu yang menjadi warga
dari bangsa yang bersangkutan.
Ketiga, bertalian dengan kenyataan bahwa nasionalisme
kadang digunakan sebagai sarana untuk mengabsahkan atau membela sesuatu yang
bertentangan dengan logika. Masyarakat sering berhadapan dengan kenyataan bahwa
atas nama nasionalisme diharuskan untuk membenarkan langkah-langkah yang bahkan
merugikan bangsa secara keseluruhan. Banyak contoh kasus, dimana nasionalisme
secara gegabah telah digunakan untuk melegalisasi hal-hal yang sebenarnya tidak
punya kaitan dengan kepentingan negara dan bangsa. Misalnya penggusuran demi
pembangunan nasional, jika menolak penggusuran maka berarti anti pembangunan
dan tidak nasionalis. Berdasarkan hambatan-hambatan tersebut, maka persoalan
pokok nasionalisme di Indonesia pada dewasa ini, bagaimana rakyat bisa
diberdayakan. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi total terutama dalam
rangka pemberdayaan civil society
atau masyarakat sipil.
Gagasan pemberdayaan masyarakat sipil hendaknya digunakan
sebagai wancana dalam mengisi cita-cita refosmasi dan sekaligus dalam
pembangunan nasionalisme Indonesia. Sebenarnya bila dicermati, gagasan
pemberdayaan masyarakat sipil itu sudah ada dalam UUD 1945. Contoh pasal 1 UUD
1945 yang menegaskan bahwa: “setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran,
dan pemerintah menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang diatur dalam
undang-undang”. Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah,
menunjukkan negara (pemerintah) memiliki komitmen tinggi terhadap pemberdayaaan
warga negara (rakyatnya). Selain itu masih banyak lagi tuntutan pasal-pasal
konstitusi yang memuat hak-hak asasi manusia yang harus direalisasikan oleh
negara dan ditunjukkan kepada rakyat (warga negara). Tercantum hak
individu (warga negara) dalam sebuah konstitusi (UUD 1945), belum tentu
menjamin apakah kebijakan pemerintah mampu memberdayakan potensi bangsa yang
melekat pada masyarakat atau rakyat. Hal ini menuntut adanya kemauan dan
kesadaran negara (Pemerintah), bahwa keberadaannya di dalam organisasi ini adalah
semata-mata untuk mengemban (misi suci) yaitu menciptakan kesejahteraan umum.
Kinerja pemerintah dalam membuat kebijakan, akan sangat
berpengaruh bagi dampak kebijakan tersebut. Pemberdayaan masyarakat sipil, pada
dasarnya juga merupakan proyek kebudayaan (cultural) yang harus diciptakanh
oleh bangsa dalam menyongsong format Indonesia baru dan nasionalisme Indonesia.
Salah satu cirinya, adalah terdapatnya ruang publik dimana semua orang harus
mampu tumbuh dan mengabtualisasikan diri serta mandiri dan sukarela untuk
mengambil bagian dalam pemerintahan. Perilaku setiap warga negara dan
pemerintahan, terikat oleh dan harus tunduk pada hukum yang dihasilkan oleh
sebuah perjanjian masyarakat atau kontrak sosial. Untuk menciptakan
masyarakat yang beradaban (termasuk juga negara dan pemerintah yang
beradab), merupakan rangkaian perjuangan untuk selalu menegakkan
prinsip-prinsip keadilan dan menempatkan komponen masyarakat dan negara dalam
suatu kesederajatan. Jika hal ini disadari oleh seluruh komoponen bangsa maka
cita-cita reformasi akan segera terwujud, begitu jiga nasionalisme bangsa
Indonesia akan menjadi pokok.
C. DAMPAKNYA DI INDONESIA
Dengan adanya nasionalisme ini menciptakan perubahan yang
memerlukan ruh dan semangat yang menjadi landasan utamanya. Nasionalisme
Indonesia pada hakikatnya adalah ruh dan semangat yang menggerakkan untuk
bangkit melawan penindasan ekonomi, politik, sosial-budaya serta pertahanan dan
keamanan dari cengkraman penguasa kolonial. Hal ini tidak terlepas dari
keinginan yang besar untuk mendirikan sebuah Indonesia merdeka (Supriyono,
2008:11). Artinya, Indonesia yang berdaulat penuh secara politik, ekonomi, sosial-budaya
serta perahanan dan keamanan. Nasionalisme inilah yang menjadi dasar munculnya
tekad untuk berbangsa, bernegara, berbahasa, bertumpah darah satu yakni
Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam sumpah pemuda 1928. Semangat satu
bangsa, bahasa dan bertumpah darah itu terus menggumpal hingga titik puncak
terwujudnya jembatan mas pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan yang berhasil
diperjuangkan itu, hanyalah satu tahapan awal dari cita-cita dan tujuan
perjuangan, yakni untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Namun sayang, cita-cita dan tujuan mulia itu masih jauh dari
realitasnya. pemimpin-pemimpin Indonesia dari masa ke masa selalu mengkhianati
amanat penderitaan rakyat. Perlu sekali adanya penghidupan kembali semangat
proklamasi. Ungkapan Bung Karno, pada peringatan Hari Ulang Tahun RI yang ke-5
tahun 1950 amat tepat untuk dihidupkan kembali. “Semangat Proklamasi adalah semangat rela berjuang, berjuang
mati-matian dengan penuh idealism dan dengan mengesampingkan segala kepentingan
diri sendiri. Semangat Proklamasi adalah semangat persatuan, persatuan yang
bulat-mutlak dengan tiada pengecualikan sesuatu golongan dan lapisan.
Semangat Proklamasi adalah
semangat membentuk dan membangun, membentuk dan membangun negara dari
ketiadaan, dari kenihilan dan lain tak lain tak bukan ialah karena kita ikhlas
berjuang dan berkorban, karena kita mutlak bersatu, karena kita tak segan
mengucurkan keringat untuk membentuk dan membangun. Dan manakala sekarang
tampak tanda-tanda kelunturan degenerasi, kikislah bersih semua kuman-kuman
kelunturan dan degenerasi itu, hidupkan kembali Semangat Proklamasi”.
Dalam situasi serba nestapa dan keterjajahan ini, tidak lain
kita harus menghidupkan kembali semangat proklamasi Indonesia yang menjadi
dasar, spirit untuk melawan kolonialisme-imperialisme dan feodalisme oleh
bangsa sendiri. Semangat proklamasi sebagai sandaran nasionalisme bangsa
Indonesia amat sentral perannya dalam mendorong bangkitnya bangsa Indonesia.
Karena itu harus menggelorakan terus-menerus semangat, paham, kesadaran
nasionalisme di jiwa, hati, pikiran dan tindakan kita.
Masuknya tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942
mendapat sambutan baik dari penduduk setempat. Tokoh-tokoh nasionalis Indonesia
seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta bersedia melakukan kerja sama
dengan pihak Pemerintahan Pendudukan Jepang. Faktor yang mempengaruhi kerjasama
tersebut yaitu kebangkitan bangsa-bangsa Timur dan ramalan Joyoboyo yang hidup di kalangan
rakyat. Dalam ramalan Joyoboyo
dikatakan bahwa akan datang wong kate
yang akan menguasai Indonesia selama umur jagung dan sesudah itu kemerdekaan
akan tercapai. Faktor lain yaitu diperkenalkan pendidikan Barat kepada
orang-orang pribumi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sebelum Perang Dunia II telah terjadi hubungan antara
tokoh-tokoh nasional Indonesia dan pihak Jepang. Diantaranya yaitu Gatot
Mangkupraja dan Moh.Hatta.Setelah berkunjung ke Jepang pada akhir tahun 1933,
Gatot mempunyai keyakinan bahwa Jepang dan gerakan-gerakan Asianya mendukung
pergerakan nasional Indonesia. Menurut George Kanahele (1969) menyatakan bahwa
meskipun keyakinan nasionalisme Moh.Hatta mendalam dan tidak mudah dipengaruhi,
tetapi Moh. Hatta sedikit bersimpati terhadap Jepang. Moh.Hatta tidak mengecam
tantangan dinamis Jepang terhadap rongrongan dari pihak Negara-negara Barat.
Soekarno dan Moh. Hatta bersedia untuk bekerja sama dengan
Jepang didasarkan pada keyakinan kedua tokoh tersebut terhadap ketulusan Jepang
dalam janjinya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Soekarno menyebutkan
bahwa Jepang dalam keadaan kuat sedangkan Indonesia dalam keadaan lemah. Oleh
karena itu, bantuan Jepang diperlukan oleh rakyat Indonesia untuk mencapai
cita-citanya.
Soekarno-Hatta dan Sjahrir, tiga pemimpin nasionalis senior
pada waktu itu sepakat untuk bergerak pada dua jalur. Soekarno dan Hatta
menggunakan jalur kerja sama dengan pihak Jepang, sedangkan Sjahrir menggunakan
jalur nonkooperasi. Pada masa pendudukan Jepang, kaum nasionalis tidak mendapat
tekanan melainkan menjalin kerja sama dengan pihak Jepang, hal tersebut berbeda
pada masa penjajahan Hindia Belanda. Kerja sama kaum nasionalis Indonesia
dengan pihak Jepang didahului dengan tindakan Pemerintah Militer Jepang yang
secara berangsur-angsur membebaskan pemimpin nasionalis Indonesia.
Tindakan Pemerintah Militer Jepang tersebut bertolak dari
anggapan bahwa kaum nasionalis Indonesia sangat berpengaruh kepada
masyarakatnya sehingga mereka perlu mengadakan kerja sama dengan pihak
nasionalis untuk memudahkan pengerahan potensi rakyat bagi usaha perangnya.
Hatta menyatakan kesediaannya berdasarkan penegasan dari pemerinta Militer
Jepang yang bertujuan untuk tidak menjajah Indonesia, melainkan membebaskan
sekalian bangsa Asia dari dominasi negara-negara barat.
Dampak lain dari nasionalisme di Indonesia dalam berbangsa
dan bernegara adalah memajukan ekonomi negara. Dengan majunya ekonomi
Indonesia, maka Indonesia kembali jaya dan patut dibela dari ancaman musuh.
Majunya ekonomi juga akan meningkatkan kebangsaan dan rasa cinta pada
Indonesia. Pengaruh agama yang dianut oleh bangsa Indonesia juga memberikan
watak terhadap nasionalismenya. Penghargaan atas manusia dalam kedudukan sama
derajat, sesuai dengan ajaran agama, demikian pula corak nasionalisme
Indonesia, yang tetap menjunjung tinggi martabat manusia tersebut.
Sesuai dengan pengertian dari nasionalisme di atas yang
sudah disebutkan yaitu ciri pokok dari kebangkitan. Indonesia adalah negara di
Asia yang khususnya berada di Asia Tenggara yang dijajah oleh bangsa Eropa
salah satunya adalah Belanda, membuktikan nasionalismenya atas keinginannya
merdeka dan lepas dari belenggu penjajah. Tanpa adanya rasa nasionalisme
Indonesia tidak akan pernah merdeka sampai sekarang. Kemerdekaan Indonesia ini
adalah bukti bahwa nasionalisme telah ada pada diri bangsa Indonesia. Adanya
keinginan kuat untuk melawan bangsa penjajah (Eropa) agar tidak terus-menerus
dikuasai oleh penjajah.
Misalnya saja yang sudah disebutkan di atas yaitu
proklamasi, untuk membawa Indonesia merdeka, diperlukan proses yang panjang
untuk merumuskan naskah proklamasi, bendera pusaka, dll.
D. SIMPULAN
Hans
Kohn mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu paham, yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi suatu individu harus di serahkan kepada negara kebangsaan.
Menurut Kohn, dahulu kesetiaan orang tidak di tunjukkan kepada negara
kebangsaan, melainkan ke pelbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi
politik, atau raja feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya, suku atau
klan, negara kota, atau raja feodal, kerajaan dinasti, gereja atau golongan
keagamaan.
Berabad
lamanya cita dan tujuan politik bukanlah negara- kebangsaan, melainkan setidak-
tidaknya dalam teori: imperium yang meliputi seluruh dunia, melingkupi berbagai
bangsa dan golongan- golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta
untuk menjamin perdamaian bersama.
Nations, menurut Kohn merupakan buah hasil tenaga hidup dalam sejarah
dan karena itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Nations (bangsa-
bangsa) merupaka golongan- golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan
secara eksak.
Hans Kohn, Nasionalisme
menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah
dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga
kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Menurut Hans Kohn nasionalisme
adalah kesetiaan tertinggi yang diberikan individu kepada negara dan bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Hayunthree.2013.Nasionalisme. [Serial Online ]
Anomi.Perkembangan Nasionalisme di Indosnesia. [Serial
Online ]
www.PERKEMBANGAN%20NASIONALISME%20DI%20INDONESIA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20SEJARAH%20_%20Une%20_%20Jurnal%20Inovasi.htm [Diakses pada tanggal 1
Nopember 2014 ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar